Sabtu sore di perempatan jalan Tala-tala Desa Bontoloe, aku dan Ayahku singgah untuk membeli beberapa ekor ikan yang dijajakan di sepanjang perempatan jalan. Sekitar 6 menit aku berdiri di depan salah satu pedagang lalu muncullah arak-arakan partai bernomor urut satu dengan warna dasar biru, iringan konvoi tersebut di dominasi oleh mobil-mobil pribadi yang muatannya teramat sesak, masing-masing menurunkan kaca mobil sembari mengacungkan telunjuk mengasumsikan angka 1. Konvoi sore itu biasa saja, sudah teramat sering dilihat tapi yang membuat aku tertarik menulisnya ialah bagaimana masyarakat di sepanjang perempatan Bontoloe tersebut yang notabene adalah pedagang menanggapi kehadiran konvoi partai yang lewat. Tahukah anda, apa tanggapan masyarakat itu ? tanggapannya sungguh memalukan (setidaknya begitulah menurutku), “Uang! uang! uang! lempar uangnya!” mereka seperti dikomando untuk meneriakkan kata itu bersama-sama...
Tulisan merupakan bukti bahwa kita pernah hidup