Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Catatan Kecil Tentang Luka

          Tadi siang pergelangan tanganku luka. Ada satu garis merah membujur sepanjang 1 cm di permukaan kulit nadiku. Luka itu kelihatannya masih baru, ada titik-titik darah mengering di sepanjang alurnya. Aku tidak ingat dimana dan kapan persisnya luka itu kuperoleh. Hanya saja, dilihat dari bentuknya, kalau tak salah itu luka bekas cakaran.        Tidak ada yang aneh soal luka bekas cakaran. Bukankah kita seringkali tanpa sadar telah melukai diri-sendiri? Yang luka itu baru kita sadari ada setelah muncul rasa perih akibat tersentuh air, tidak sengaja bersinggungan dengan perasan jeruk nipis, atau bahan-bahan kimia macam sabun dan pembersih muka.          Kupir ada yang menarik soal luka. Aku seringkali mendengar  komentar beberapa kawan yang pernah mengalami kecelakaan. Nyaris semua mengaku kalau mereka sama sekali tidak merasakan sakit atas luka ya...

Merindukan Masa Kanak-Kanak

Aku rindu masa kecilku.. Masa bermain rumah-rumahan tanah seorang diri di depan rumah bambu sederhana kami sambil menunggu Bapak pulang dari sawah. Tidak berapa lama Ibu akan bergabung denganku, di bale-bale di bawah teduh rumpun bambu. Ibu akan mengajariku membuat orang-orangan dari tanah liat lengkap dengan peralatan makannya. Piring-piring, cangkir, aneka sendok juga teko teh, semuanya dari tanah liat yang dibakar. Aku rindu masa kecilku..  Masa kecil penuh petualangan dan musim bermain. Kalau sedang libur pada musim hujan, aku dan sepupuku yang tomboy selalu ngacir ke sawah saban siang. Mulanya cuma bermain-main dan saling mengejar di pematang, lalu ke saluran air sampai baju kami basah dan kulit cemong terciprat lumpur. Biasanya sebelum pulang pada petang hari, aku dan sepupuku yang tomboy itu ngebolang mencari kerang sawah atau keong kecil-kecil berwarna hitam sampai bajuku penuh. Kedua jenis moluska itu adalah lauk favorit di kampung kami saat musim hujan. Jadi ...

Pada Suatu Petang..

Aku memandang lepas ke pelataran HIMTI yang nyaris setengahnya tertutupi pohon bebungaan bila dilihat dari sela daun mangga depan Himpunan, tempatku berdiri dan mengamati saat ini. Di bawah sana, berpuluh-puluh manusia sepertiku lalu-lalang dengan berbagai urusan. Bolak-balik memfotokopi, susah payah mengekori asisten agar sudi membuka laporan walau selembar. Tetapi ada juga yang duduk santai di sudut kantin mace, meningkahi gerimis sore ini dengan kepul hangat kopi dan uap kretek, malas masuk kelas sebab katanya dosen tidak pernah mengajarkan kebenaran. Puluhan pasang kaki di bawah sana, kaki yang sama seperti kakiku, sedang terseok-seok mengejar mimpi atau titipan harapan dari orangtua. Tidak semuanya berhasil tentu saja. ada beberapa yang berhasil keluar dari kampus dengan toga yang dipindahkan secara khidmat oleh tangan Yang Mulia Rektor, tetapi tidak sedikit yang keluar dengan selembar SK DO yang ditandatangani juga oleh tangan Yang Mulia Rektor. Aku tidak sengaja...