Aku memandang lepas ke pelataran HIMTI yang nyaris setengahnya tertutupi pohon bebungaan bila dilihat dari sela daun mangga depan Himpunan, tempatku berdiri dan mengamati saat ini. Di bawah sana, berpuluh-puluh manusia sepertiku lalu-lalang dengan berbagai urusan. Bolak-balik memfotokopi, susah payah mengekori asisten agar sudi membuka laporan walau selembar. Tetapi ada juga yang duduk santai di sudut kantin mace, meningkahi gerimis sore ini dengan kepul hangat kopi dan uap kretek, malas masuk kelas sebab katanya dosen tidak pernah mengajarkan kebenaran.
Puluhan pasang kaki di bawah sana, kaki yang sama seperti kakiku, sedang terseok-seok mengejar mimpi atau titipan harapan dari orangtua. Tidak semuanya berhasil tentu saja. ada beberapa yang berhasil keluar dari kampus dengan toga yang dipindahkan secara khidmat oleh tangan Yang Mulia Rektor, tetapi tidak sedikit yang keluar dengan selembar SK DO yang ditandatangani juga oleh tangan Yang Mulia Rektor.
Aku tidak sengaja menangkap pantulan wajahku di sela-sela gerimis. Itukah aku? Seorang makhluk berjuluk manusia yang sedang menikmati petang berhujan, dan ditegur oleh suara-suara.
Itukah aku sebagai manusia, yang ada dalam butir-butir gerimis dan sedang termenung menatap pantulan diriku yang tengah melamun di pelataran himpunan, diantara daun-daun mangga?
Aku kembali memperhatikan diriku diantara lembar-lembar rambut gerimis. Kupandangi ia lamat-lamat. Itukah wajah manusiaku? Pucat, bermata sayu dan kelelahan. Sebab saban hari berangkat pagi-pagi ke kampus, menggabungkan diri dengan ratusan orang lalu-lalang, mengerjakan suatu hal, kemudian baru pulang di ujung petang, kelelahan. Begitu terus setiap hari. Sampai aku tidak menyadari bahwa yang aku kerjakan hanyalah menghabiskan waktu.
Seperti itukah pekerjaan manusia?
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian." (Q.S. Al-Asr: 1-2)
***
Aku sedang dalam keadaan gamang kali ini. Kenapa kita hidup untuk mengejar mimpi-mimpi? Bukankah itu pekerjaan yang sia-sia? Sebab mimpi sama seperti bayang-bayang. Semakin dikejar, semakin jauh ia meninggalkan. Kenapa kita tidak hidup saja untuk menikmati kenyataan? Bukankah itu jauh lebih masuk akal.
Tetapi kegamangan lain kembali membungkamku. Yang manakah sebenarnya kenyataan? Seandainya mimpi bukan merupakan kenyataan, toh realitas yang kita jalani hari ini juga segera akan menjadi sesuatu yang tidak nyata lagi. Sesuatu yang kita sebut sebagai kenangan.
Sekelibat pertanyaan menodongku lagi. Yang manakah yang patut kupercayai? Sesuatu yang nampak jelas tertangkap oleh kedua lensa mataku, atau sesuatu yang tidak pernah kulihat tapi disebut-sebut ada. Sedangkan kita lebih sering dibuat tidak percaya oleh kenyataan.
Petang makin tua, dan gerimis segera saja reda. Aku seperti kehilangan sesuatu diantara lembar-lembar rambut gerimis.
Tulisan gagal selesai
Sudahlah, aku cuma pusing
Makassar, 03 Februari 2017
Komentar
› w88 코리아 blackjack-online › blackjack-online All games and tournaments have been decided by 1 bet the players in a large number of different categories. A blackjack table, on the other 블랙 잭 hand, 올인구조대 contains 52 Game Count: 6/5Number of Games: 7,7$0.25 - $6,952 스포츠스코어