Oleh : Fatmalilia Atha Azzahra
Ketika saya menulis surat ini, izinkan saya menjadi seorang pribadi, tanpa pretensi, tanpa embel-embel tanggungjawab yang melekat.
Kata Bapak Kepala Desa di posko KKN saya. Jabatan yang melekat pada diri kita itu ibarat daki. Adanya hanya sementara, bakal hilang juga setelah digosok bersih.
Kamu tahu daki? Adanya di badan kita membuat tak nyaman, membuat gatal dan lengket. Menutupi warna asli kulit kita. Saya berpikir, jangan-jangan itu juga yang tengah terjadi padamu.
Kamu tahu tidak? Beberapa pekan terakhir ini saya begitu terinspirasi dengan konsepsi baik yang bersemayam dalam pemahamanmu. Sebuah konsep yang sama dengan yang senantiasa Ayah pahamkan pada saya. Tentang baik yang tak boleh ada batasnya, tentang baik yang tak boleh mengharap balas, juga tentang baik yang tidak dapat dihalangi oleh apapun. Kamu mungkin tidak tahu kalau kalimatmu suatu siang di ruang kuliah begitu rapi tersemat di kepala dan senantiasa kuulang-ulang dalam gerak laku. Kalau "kita seharusnya berbahagia bila orang lain meraih bahagia berkat kita, meskipun kita sendiri tak mendapatkan bahagia yang kita inginkan."
Dua pekan belakangan ini saya selalu merasa kalau kamu begitu menyebalkan. "Hanya perasaanku", begitu saya membujuk prasangka saya setiap harinya. Tapi ternyata malam ini, kamu telah menjadi sebab seseorang yang penting bagimu meneteskan air mata. Mengeluhkan kelakuan menyebalkanmu. Padahal baru sekali ia mendapatimu semenyebalkan itu. Bagaimana dengan saya yang nyaris tak kau tanggapi setiap aku berbicara hal-hal penting-atau setidaknya penting menurut saya.
Saya heran, saat kami tak ada, kamu rajin sekali meladeni mengobrol, meminta cepat kembali. Tapi semenjak kami di sini, kamu kok kesannya memberi jarak begitu? Atau kamu hanya sedang capek, lantaran banyak sekali hal-hal yang menunggu buat dikerjakan. Atau kamu sibuk memikirkan bagaimana caranya menarik orang lebih banyak lagi sehingga yang sudah ada bersamamu bisa kamu 'nanti-nantikan'. Nantipi deh, ka di sini jako.
Saya ingin ingatkan sesuatu, kamu pernah bilang bahwa kamu tidak ingin apapun sampai merubahmu jadi orang lain. Jangan sebal padaku karena terlalu banyak mengingat hal-hal remeh. Saya bukannya sengaja mengingat tapi ingatanku saja yang terlalu 'bandel'.
O! Atau kamu sekarang ini sedang dalam misi 'mendidik' kami biar tak manja, tak banyak mau, dan tak banyak menyuruh-nyuruh? Terimakasih deh, telah berbaik hati melakukannya. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, bahwa tidak semua orang dapat memahami apa yang kamu lakukan. Misi ini penuh resiko dan hanya sedikit orang yang mengerti.
Saya juga sempat tak percaya diri mengingat saya adalah pilihan kesekian dari pilihan pertamamu buat 'mendampingi'. Tapi tak apa, aku akan berusaha menerima segenap pengabaian, juga senantiasa mengontrol letupan emosi yang tiba-tiba datang.
Terakhir sedikit nasihat buatmu. Jangan sampai kamu sibuk ingin mendapatkan lebih banyak tetapi malah kamu tidak menyadari kalau kamu sedang kehilangan lebih banyak lagi.
Makassar, 12 September 2015
Komentar