Kemarin, posko kami (Kahayya)
mendapat kunjungan dari teman-teman KKN posko lain. Mereka datang
berlima, dua laki-laki, tiga perempuan. Mereka datang memenuhi rasa
penasarannya terhadap keindahan-keindahan alam yang ada di Kahayya. Satu malam
mereka menginap, katanya ingin merasakan dinginnya Kahayya di malam hari.
Yang membuat
saya tertarik menuliskan kunjungan mereka adalah pertanyaan salah seorang dari
tiga perempuan itu ketika kami hanya berempat, “Tidak na aniayajako
laki-lakinya di sini?” Pertanyaan itu dilontarkan dengan suara pelan, nyaris
berbisik. Seolah takut ada yang mendengar.
Mendengar
pertanyaan itu saya hanya menyengir tanggung kebingungan sambil menjawab
“Ndakji.” Saya bingung, tidak paham defenisi ‘dianiaya’ seperti apa yang mereka
maksud. Secara keseluruhan saya baik-baik saja dengan lima laki-laki teman
seposko saya. Kami berenam asik-asik aja kok. Masing-masing tahu apa yang harus
dikerjakan.
Tetapi beberapa
jam ke depan bersama mereka, saya sedikit-sedikit mulai paham apa yang mereka
maksud ‘dianiaya’. Cara ketiga perempuan ini memperlakukan dua laki-laki teman
seposkonya sama seperti yang sering dituturkan oleh Raditya Dika. Kalau
cewek-cewek itu selalu memperbudak kaum lelaki.
Dua laki-laki
itu dengan sikap ‘gentle’-nya mau saja disuruh apa saja, dijadikan sasaran
cemoohan dan candaan brutal demi menyenangkan ketiga perempuan itu. Mungkin
kedua laki-laki ini hanya takut dicap sebagai laki-laki yang tidak tahu caranya
memperlakukan perempuan sehingga bersikap begitu.
Mungkin yang
mereka maksud ‘dianiaya’ adalah kelima teman seposko saya membiarkan saya
mencuci piring sendiri setiap pagi dengan air sedingin es, menyeduhkan mereka
kopi sementara mereka sendiri masih tidur adalah bentuk penganiayaan kalau
dilihat dari pandangan mereka ketika saya melakukannya pagi-pagi benar.
Atau mungkin
teman-teman seposko saya yang tidak kelihatan se-care teman laki-laki seposko mereka, yang bersedia berjalan
kembali ke belakang ketika teman-teman perempuan mereka kelelahan berjalan,
atau kesediaan
mereka menarik teman perempuannya saat tiba di tanjakan yang membuat putus asa.
Teman-teman seposkoku paling-paling hanya menunggu di depan, singgah mengurusi
game COC-nya dan menyerang sebentar sampai saya muncul di ujung tanjakan.
Saya bukannya
iri karena teman-teman seposko saya tidak tampak begitu peduli. Saya malah
tidak akan nyaman kalau diperlakukan terlalu berlebihan, seolah-olah saya tidak
bisa mengurus diri saya sendiri, sehingga senantiasa mengharapkan perhatian
dari orang lain. Saya malah senang setiap kali menyeduhkan kopi untuk mereka
atau setiap pagi mencuci piring sendiri, setidaknya keberadaan saya dapat
meringankan beban mereka. Bukankah laki-laki dan perempuan diciptakan agar dapat
saling membagi beban satu sama lain, agar tak ada beban yang terlalu berat
untuk dipikul.
Lagipula saya
selalu ingat kata Bang Tere Liye. “Jadi anak gadis itu harus gesit, pandai
melakukan banyak hal, dan bisa diandalkan. Nggak suka menye-menye, tahunya cuma
manja-manja, setiap hari kerjanya online dan cekikikan nggak jelas.”
Jangan sampai
kita sebagai perempuan terjebak dalam pengertian emansipasi salah tafsir.
Emansipasi hadir agar laki-laki dapat hidup rukun sebagai ‘teman hidup’, yang
salah satunya tidak akan eksis tanpa kehadiran yang lainnya. Bukan sebagai
majikan dan budak yang saling menaklukkan satu sama lain. Emansipasi hadir
bukan sebagai dalih bagi perempuan untuk menuntut selalu ingin dimengerti
sementara mereka lupa mengerti orang lain.
Saya bukannya
membela para lelaki atau memihak mereka, saya menulis ini sebagai seorang individu
yang galau, resah menyaksikan gejala-gejala sosial yang tidak beres, yang
berjalan tidak sebagaimana mestinya.
Terakhir,
sebagai penutup. Izinkan saya mengutip sebuah syair yang sangat indah, saking
indahnya saya sampai lupa siapa penyairnya (Astagfirullah!).
Tidak diciptakan dari
tulang ubun-ubun
Sebagai yang senantiasa
dijunjung, disanjung dan dipuja
Bukan pula dari tulang
kaki
Sebagai budak yang bisa
diinjak
Tetapi dari rusuk kiri
Dekat ke tangan untuk
dilindungi
Dekat ke hati untuk
dicintai
Kahayya-Bulukumba,
16 Agustus 2015
Komentar