Oleh: Fatmalilia Atha
Azzahra
Memahami
perempuan sebenarnya sederhana. Mereka adalah makhluk yang senantiasa butuh
empati; ingin hadir di setiap momen berharga. Belakangan saya amat tertarik
ingin sedikit membahas perihal ‘hadir’ dan ‘kehadiran’. Sekilas keduanya tampak
mirip, tetapi keduanya adalah hal yang amat berbeda.
Berbicara
soal ‘hadir’ dalam sebuah hubungan, kata ini lebih merujuk pada substansi,
tidak melulu dipandang dari sudut lahiriah. Seseorang boleh jadi senantiasa
hadir dalam setiap helaan napas, kelabat mimpi, setiap inchi gerak, atau
berkelindan dalam nalar. Meski secara lahiriah orang tersebut tidak benar-benar
berwujud di samping kita. Hadirnya ada tapi lebih sering tak disadari.
Contohnya, ketika kamu makan ayam, kamu secara spontan menghindari bagian sayap
karena dia selalu melarangmu makan bagian sayap sebab itu tidak baik bagi
kesehatanmu. Sadar atau tidak sadar kamu selalu melakukannya setiap kali makan
ayam, dengan atau tanpa ada dia.
Sedang
‘kehadiran’ merujuk pada wujud. Bentuk lahiriah dari orang-orang yang hadir
dalam hidup kita. Yang hadirnya utuh dan dapat dirasakan, dilihat, dijiwai, bahwa
kehadirannya senantiasa membersamai momen-momen penting dalam hidup kita.
Hadir
dan kehadiran adalah dua hal yang mestinya presisi dalam sebuah hubungan. Meski
hadir adalah bentuk ungkapan keyakinan dan saling percaya yang mendalam, tetapi
hadir saja tanpa kehadiran belumlah cukup. Hadir baru bisa utuh bila disertai
kehadiran. Kehadiran membuat keyakinan bertambah, kehadiran akan membenarkan
keyakinan yang selama ini tumbuh kalau seseorang benar-benar hadir dalam
semesta kita.
#Tulisan gagal selesai
Rumah, 02 Desember 2015
Komentar