Langsung ke konten utama

Siapa Suruh Jadi Dewasa


Oleh: Fatmalilia Atha Azzahra

Jadi orang dewasa itu ternyata tidak menyenangkan yah? Mau melakukan sesuatu sekalipun itu benar dan baik mesti dipertimbangkan dulu. Saya sampai curiga jangan-jangan saat ‘pelantikan’ untuk jadi dewasa masing-masing kita diberi timbangan.
Menjadi dewasa berarti juga harus pandai menyembunyikan banyak hal, itu mungkin alasan mengapa mereka selalu mencari ruang-ruang privasi sebagai tempat persembunyiannya. Dan karena mereka banyak menyembunyikan, mereka juga banyak berbohong. Apalagi kalau bukan demi menjaga apa yang mereka sembunyikan. Meskipun mereka tahu kalau berbohong itu dosa, ada-ada saja alasannya untuk membenarkan kelakuan mereka. Argumen yang paling sering mereka gunakan garing sekali, contohnya ‘Berbohong demi kebaikan itu nggak apa-apa’ atau ‘Ini demi kebaikan semua orang’.
Orang dewasa juga punya kebiasaan buruk yakni ‘memberi nilai’ pada segala gerak-gerik dan perbuatan sesamanya. Itu mungkin kegunaan lain dari timbangan mereka. Saya ngeri. Orang-orang dewasa itu dengan timbangan-timbangannya bertingkah seperti Tuhan di dunia. Bukankah pekerjaan timbang-menimbang adalah pekerjaan Tuhan? Ah, tiba-tiba saya jadi rindu pada kehidupan kanak-kanak, dunia tanpa bobot, tanpa pretensi, tanpa pekerjaan timbang-menimbang.
Menjadi dewasa berarti juga menjadi sibuk. Sibuk mengejar banyak hal yang nantinya bakal hilang juga. Perhatikanlah ketika mereka bangun di pagi hari, hal pertama yang mereka pikirkan adalah mereka harus bekerja. Mereka tergesa-gesa menuju kantor masing-masing, sibuk mengejar bus, berjibaku dengan simpang-siur jalanan sambil mengingat-ingat hari itu mereka ingin beli apa, ingin makan siang di mana. Saking sibuknya mereka sampai lupa hal-hal kecil. Mereka kadang-kadang lupa bersyukur. Mensyukuri nikmat hidup yang dianugerahkan Tuhan. Orang dewasa sering tidak sadar kalau hal kecil dan mudah seperti syukur itu ketika mereka lupa, mereka bisa kehilangan banyak hal.
Saya juga kadang-kadang sebal, ternyata ketika kita sudah dewasa itu berarti kita sudah tidak bebas lagi berteriak menyuarakan isi hati. Kita dibatasi ketakutan. Takut membuat orang-orang di sekitar kita terganggu akibat teriakan kita. Takut disangka gila sebab orang yang suka teriak-teriak identik dengan orang gila. Mereka lupa kalau gila yang dipendam-pendam jauh lebih menakutkan daripada gila yang ditampakkan.

Aduh! Sudahlah. Saya kok jadi terlalu banyak mengeluh−salah satu penyakit orang dewasa. Suka mengeluh−menjadi dewasa itu kan pilihan. Kata salah seorang teman saya, ‘siapa suruh jadi dewasa!’ Ya nggak apalah daripada terus-terusan jadi kanak-kanak mending jadi dewasa. Orang dewasa yang senantiasa bersyukur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Petang..

Aku memandang lepas ke pelataran HIMTI yang nyaris setengahnya tertutupi pohon bebungaan bila dilihat dari sela daun mangga depan Himpunan, tempatku berdiri dan mengamati saat ini. Di bawah sana, berpuluh-puluh manusia sepertiku lalu-lalang dengan berbagai urusan. Bolak-balik memfotokopi, susah payah mengekori asisten agar sudi membuka laporan walau selembar. Tetapi ada juga yang duduk santai di sudut kantin mace, meningkahi gerimis sore ini dengan kepul hangat kopi dan uap kretek, malas masuk kelas sebab katanya dosen tidak pernah mengajarkan kebenaran. Puluhan pasang kaki di bawah sana, kaki yang sama seperti kakiku, sedang terseok-seok mengejar mimpi atau titipan harapan dari orangtua. Tidak semuanya berhasil tentu saja. ada beberapa yang berhasil keluar dari kampus dengan toga yang dipindahkan secara khidmat oleh tangan Yang Mulia Rektor, tetapi tidak sedikit yang keluar dengan selembar SK DO yang ditandatangani juga oleh tangan Yang Mulia Rektor. Aku tidak sengaja...

Kamu tahu nggak, sih?

Kamu tahu? Tidak ada wanita di dunia ini yang cukup sanggup untuk tidak menuntut status dan kejelasan. Karena dia harus memutuskan pada siapa hatinya yang satu dijatuhkan. Kamu tahu tidak? Setiap kali kamu bercanda soal 'kita', ada sejenis perasaan yang belum kudefenisikan muncul. Dadaku tiba-tiba nyeri, seluruh tubuhku nyeri. Seperti ada sesuatu yang kau ambil dariku. Aku sakit hati, tapi tidak tahu karena apa. Kamu tahu kan, kalau aku tidak pernah cukup mampu untuk mengutarakan perasaan lewat kata. Cuma nyaman mengutarakan segalanya dalam tulisan. Kalau aku diam ketika kau 'candai', boleh jadi saat itu aku sedang berjuang menguatkan diri, biar tak jatuh terduduk saking sakitnya. Ramsis, 14 Mei 2015

Laporan ilmu Tanah: Bulk Density

I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Bobot isi tanah (Bulk Density) adalah ukuran pengepakan atau kompresi partikel-partikel tanah (pasir, debu, dan liat). Bobot isi tanah bervariasi bergantung pada kerekatan partikel-partikel tanah itu. Bobot isi tanah dapat digunakan untuk menunjukkan nilai batas tanah dalam membatasi kemampuan akar untuk menembus (penetrasi) tanah, dan untuk pertumbuhan akar tersebut. Nilai bulk density dapat menggambarkan adanya lapisan padat pada tanah, pengolahan tanahnya, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya menggenang air, sifat drainase dan kemudahan tanah ditembus akar.   Besaran ini menyatakan bobot tanah, yaitu padatan air persatuan isi. Yang paling sering di pakai adalah bobot isi kering yang umumnya disebut bobot isi saja. Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah. Nilai ini banyak dipergunakan da...