Adalah gerimis satu-satu dan gumpalan
kabut tipis seperti kapas berarak yang menyambut rombongan kami−KKN Unhas
gelombang 90 kecamatan Kindang kabupaten Bulukumba−di kantor kecamatan Kindang.
Udara sejuk sore hari mengusir penat dan pegal akibat duduk dalam truk tentara
mulai pukul 9 pagi hingga asar menjelang dari Makassar sampai di kecamatan
Kindang.
Butuh setidaknya 2 jam
perjalanan menempuh jarak 32 km dari ibu kota kabupaten ke kecamatan. Kebun
cengkeh dan hamparan sawah bertingkat-tingkat memanjakan mata sepanjang sisi
jalan.
***
Saya dan lima orang
teman lainnya−oh ya, di posko kami, hanya saya yang perempuan. Posko kami
memang istimewa, kamilah satu-satunya posko yang tidak dipilihkan penempatannya
melainkan kami sendiri yng memilih hendak ditempatkan di sana sehari sebelum
pemberangkatan dari lokasi. Medan yang lumayan menguji ketahanan dan akses yang
masih minim−desa Kahayya berjarak 8 km dari kota kecamatan, ditambah lagi
kendaraan roda empat tak bisa masuk ke desa mengharuskan kami jalan kaki sejauh
satu setengah kilometer di jalan menanjak tajam dan berbatu. Membuat sebagian
besar teman-teman sekecamatan berpikir beberapa kali untuk ditempatkan di desa
Kahayya. Hanya kami berenam yang cukup ‘nekat’ untuk melakukannya.
Bukan main! Baru
setengah jalan. Di pinggiran lereng kebun jagung saya sudah semaput. Napas saya
keluar satu-satu, kelihatan benar akhir-akhir ini jarang olahraga, ditambah
lagi barang bawaan yang beratnya naudzubillah dan dalam kondisi berpuasa
membuat perjalanan kami makin menantang.
Desa Kahayya adalah
desa paling terakhir di ujung utara kecamatan Kindang, berada di ketinggian
±1000 mdpl di kaki gunung Lompobattang, membuat suhu di malam hari luar biasa
dingin. Pekiraannya sih di bawah 10º C. Bayangkan! Sleeping bag saja mesti
dilapisi selimut tebal, itupun dinginnya masih terasa menggigilkan. Setiap hari
selepas dhuhur, kabut pelan-pelan mulai menyelimuti desa, menyisakan dingin dan
batang-batang cahaya matahari yang menyisip lembut dari balik kabut. Kalau
dilihat dari puncak bukit batas dusun, cahayanya bagai datang dari surga.
Dari puncak bukit batas
dusun pula kita dapat menyaksikan gunung berbaris teratur memagari desa, di
bawah dapat terlihat buih putih aliran sungai yang menjadi batas antara
kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. Oh ya! Air sungai di sini jernih
bukan main loh, waktu ke danau teman-teman gemas sekali ingin nyebur dan mandi
di sana. Kata Pak Desa, airnya bisa langsung diminum tanpa dimasak terlebih
dahulu tanpa ada keluhan sakit perut. Sungai di desa ini juga dimanfaatkan oleh
warga desa untuk memutar turbin pembangkit listrik desa.
Ada banyak lagi yang
membuat kami merasa beruntung berada di desa Kahayya, salah satunya adalah tuan
rumah−Bapak dan Ibu desa−baik sekali. Setiap waktu luang, Bapak selalu ikut
ngobrol bersama, menceritakan banyak hal juga menjawab pertanyaan-pertanyaan
kami. Bapak juga selalu menemani kami makan. Ibu desa tak kalah baiknya,
suguhan teh, kopi dan kue-kue tak pernah absen. Ibu juga yang selalu memasak
buat kami di sela-sela kesibukannya memanen kopi di kebun.
Masyarakat di sini
sebagian besar bekerja sebagai petani. Hasil alam yang melimpah tak menodai
kesahajaan mereka. Mereka tahu betul caranya menjaga hutan, juga sadar kalau
hutan di sekitar mereka adalah tumpuan air bersih bagi sebagian besar warga
kabupaten Bulukumba.
Kahayya,
04 Juli 2015
Komentar