Oleh : Fatmawati Liliasari
Ada sebuah tugu di ujung dusun Ta’buakang.
Tugu bercat putih dibuat oleh Kementrian Sosial, kakinya telah penuh dengan
tulisan-tulisan jalanan anak muda yang haus mengabadikan namanya tanpa lihat tempat.
Tempat tugu itu berada oleh penduduk dan para pendaki dinamai Tanjung. Di sana
kalian dapat saksikan sungai Balantieng memisahkan daratan Sinjai dan
Bulukumba, sungai yang jernih dan berbatu. Kalian hanya perlu menyeberangi
jembatan bambu lebar bila ingin menginjak tanah Sinjai. Kalian juga dapat
memandangi gunung Lompobattang sepuasnya. Tidak ada kata yang dapat mendeskripsikannya
selain bahwa tempat itu menakjubkan. Tapi tahukah kalian kalau Tanjung adalah
tempat menanti, tugu putih itu adalah tugu penantian. Tepatnya tugu peringatan
dari ujung penantian.
Dari Tanjung, berjalanlah
turun kembali ke dusun. Di perjalanan kembali kalau langit cukup bersih maka
kau akan disuguhkan pemandangan seluruh kota Bulukumba tepat di depanmu. Di
perjalanan kembali pula ada jalan setapak melewati kebun kopi menuju ke danau.
Danau yang cukup luas berair jernih dan dikelilingi bukit, menyebabkan kicau
burung terpantul, menggema, dua kali lebih merdu dari aslinya. Kalau pagi,
permukaan danau menghijau sebab ditutupi oleh sejenis tumbuhan teratai air.
Cobalah singkirkan tumbuhan air itu, jernihnya air akan membantumu melihat
hingga dasar danau, ikan-ikan kecil berenang gesit di bawah sana. Di sebelah
tenggara danau ada gua kecil yang sewaktu-waktu menyemburkan udara. Ada rumor
yang beredar kalau gua itu tempat mata angin bertemu. Dan tahukah kalian kalau
danau itu juga adalah danau penantian. Konon danau itu terbentuk dari tangis
seorang perempuan yang menanti kekasihnya.
Desa ini tidak pernah
berhenti memberi kejutan dan menyuguhkan keindahannya. Di batas dusun ketika
akan memasuki Kahayya, di samping kebun jagung, tepat setelah tiga pendakian
paling terjal, ada dua bukit di sebelah kiri dan kanan jalan. Kalau kau ingin
melihat seluruh desa dari ketinggian berikut pemandangan kota Bulukumba.
Mendakilah ke bukit di sebelah kananmu. Atau kalau kau ingin menjamah awan,
berada lebih dekat dengan hutan lindung gunung Lompobattang. Mendakilah ke
bukit di sebelah kirimu. Dan tahukah kalian, di bukit sebelah kiri itu ada gua,
tempat dulu para gerilyawan bersembunyi. Menanti tentara penjajah memasuki
dusun.
Kahayya adalah tempat
menanti. Jalan berbatu sepanjang desa menanti untuk diaspal. Lampu listrik yang
sebentar menyala sebentar redup menandakan turbin pembangkit listrik desa
kewalahan memenuhi kebutuhan listrik seluruh warga. Kahayya menanti Negara
menyalurkan listriknya. Pemuda-pemudi desa bila ingin lanjut sekolah ke SMA,
mereka harus meninggalkan kampung karena SMA hanya ada di kota kecamatan , ± 10
km dari Kahayya. Mereka menanti SMA dibangun di desanya. Para pemuda tanggung
juga bapak-bapak setiap harinya harus memanggul berkarung-karung buah kopi yang
beratnya naudzubillah naik-turun bukit. Mereka menanti mobil pengangkut
memasuki desa mereka.
Kahayya adalah tempat menanti
atau boleh jadi suatu saat ia akan jadi tempat yang dinanti.
Kahayya-Bulukumba,
22 Juli 2015
Komentar