Oleh: Fatmalilia Atha Azzahra
Saya resah tiap kali pulang ke rumah dan mendapati
adik-adik saya memelototi tayangan di TV yang menurut saya sama sekali tak menumbuhkan
karakter baik. Iklan-iklan juga seolah-olah bersepakat mengamini.
Masak iya, iklan minuman penambah
energi modelnya penyanyi dangdut berpakaian superpendek menyanyi-nyanyi sambil
mendesah manja. Astaga! Apa hubungannya minuman energi dengan desahan?
Saya nyaris berteriak kesal
ketika tak sengaja menonton cuplikan iklan tersebut.
Ada juga film kartun yang saya
temui. Slogan tokoh utamanya amat mengusik. Diceritakan bahwa tokoh utamanya
adalah seorang bocah hiperaktif, cerdas, dielu-elukan banyak orang, dan dikenal
dengan slogan “kerjakan cepat, lupakan yang lain!”
Dalam kehidupan sehari-hari
slogan itu mengajak lebih dekat pada sikap egois, individualis. Seolah-olah
kehadiran orang-orang di sekitarnya akan menganggu kerja-kerjanya. Kerjakan cepat, lupakan yang lain. Kata-kata
seperti ini nih yang bikin anak-anak jadi bureng alias buru rangking dan merasa
tak lagi membutuhkan kehadiran teman-teman di sekelilingnya.
Yang menganggu lagi adalah kian
maraknya sinetron India yang tayang di TV Indonesia. Tak kurang serial yang
sama ditayangkan tiga kali berulang-ulang tiap hari. Pada jam-jam kritis pula. Pagi,
siang dan sore hari.
Misalnya Balveer, sinetron anak
yang menceritakan tentang dunia peri, di dalamnya ada sesosok anak laki-laki
peri yang bertugas melindungi anak-anak, yang akan datang bila anak-anak
kesulitan dan memanggil namanya.
Dengan begitu, anak-anak kita,
adik-adik kita, dididik untuk mengingat dan memanggil Balveer ketika mereka
sedang ditimpa kesulitan. Bukannya mengingat dan meminta pertolongan Tuhan. Saya
khawatir jangan-jangan secara diam-diam Balveer ternyata telah menjelma menjadi
Tuhan baru bagi anak-anak kita.
Belum lagi sinetron atau tayangan
mengenai Dewa Krisna, Karna, Basudewa, atau siapalah lagi namanya itu. Hingar-bingar
lagu pemujaan yang menyebutkan namanya berulang-ulang, membuat saya nelangsa
ketika adik-adik saya menyanyikannya jauh lebih sering daripada nyanyian
shalawat untuk Baginda Rasulullah.
Tuhan.
Bagaimana kami bisa melawan
tayangan-tayangan yang menggempur generasi kami, hendak melunturkan aqidah? Sedang
menyabotase, melarang anak-anak/adik-adik kami menonton TV adalah juga tindakan
yang kurang tepat. Mereka juga butuh informasi dari dunia luar.
Tuhan, berikan kami kemampuan
untuk dapat menjaga akhlak generasi. Sebab di tangan merekalah dunia akan
dipimpin. Maka karuniakanlah sebaik-baik pemimpin untuk mereka di masanya.
Rumah, 08 Oktober 2015
Komentar