Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sajak Balsem

Oleh : Fatmawati Liliasari Bentuknya mirp krim, hanya sedikit lebih padat Umumnya berwarna putih, kuning, atau hijau Aromanya tajam, tapi melapangkan hidung mampet Pedis menggigit di kulit, tapi banyak manfaat Meringankan sakit kepala Perut kembung masuk angin Sakit gigi Mabuk perjalanan Apalagi hanya gatal akibat gigitan serangga Namanya balsem.. Pedas sesaat, menyembuhkan kemudian Wahai.. Seringkali benda yang buruk di muka Menyimpan amunisi ketentraman tak terhingga Makassar, 28 Juli 2017 *astaga! Apa sih…

Naruto, Tempat Pulang, dan Resonansi

Petang menjelang tua. Pada salah satu petang di pelataran HIMTI. Ada jeda diam yang panjang. Abbas sedang ‘mencoba’ mencurahkan segenap perhatian pada salah satu mahakarya draft tulisan di laptop birunya. Dan aku seenaknya mengganggu dengan segala macam pertanyaan. “Tempatmu pulang adalah tempat dimana ada orang yang memikirkanmu.” Manuver Abbas yang tidak terduga. Tanpa tahu muasalnya dia mengutip kata-kata Naruto pada salah satu episode The Movienya. “Bagaimana caranya kita tahu seseorang sedang memikirkan kita?” Aku jail bertanya. Posisi duduk bersilanya segera berubah. Dengan cueknya Abbas berbaring di lantai pelataran yang merah. Semerah baju yang dikenakannya. “Ya, pikirkan dia.” “Ih, maksudnya?” Aku tidak terima dengan jawabannya. Lantas berlagak tidak mengerti. Aku selalu suka kalau Abbas menjelaskan lebih banyak. “Kalau misalnya ada orang kupikirkan, terus pulang ma ke orang itu. Tapi ternyata cek per cek ini orang tidak pernah ka na pikir. Berarti salah tempat ...

Bulan Di Pelupuk Matamu

  Bulan di Bantaeng adalah bulan yang cemerlang namun cahayanya teduh sehingga aku betah memandanginya berlama-lama Bulan di Jeneponto  adalah bulan yang ramah berteman bebintang dan bayang tipis awan melintas sesekali Bulan di Takalar adalah bulan yang entah  lenyap dibawa malam seperti gelap kisah-kisah kita Bulan di Sungguminasa adalah bulan yang kelabu seperti negara kita yang sedang suram dan carut-marut Bulan di Makassar adalah bulan yang paling syahdu ketika aku menatap matamu hanya matamu, aku bisa melihat bulan dari tempat manapun aku mau Makassar, 12 Maret 2017

Catatan Kecil Tentang Luka

          Tadi siang pergelangan tanganku luka. Ada satu garis merah membujur sepanjang 1 cm di permukaan kulit nadiku. Luka itu kelihatannya masih baru, ada titik-titik darah mengering di sepanjang alurnya. Aku tidak ingat dimana dan kapan persisnya luka itu kuperoleh. Hanya saja, dilihat dari bentuknya, kalau tak salah itu luka bekas cakaran.        Tidak ada yang aneh soal luka bekas cakaran. Bukankah kita seringkali tanpa sadar telah melukai diri-sendiri? Yang luka itu baru kita sadari ada setelah muncul rasa perih akibat tersentuh air, tidak sengaja bersinggungan dengan perasan jeruk nipis, atau bahan-bahan kimia macam sabun dan pembersih muka.          Kupir ada yang menarik soal luka. Aku seringkali mendengar  komentar beberapa kawan yang pernah mengalami kecelakaan. Nyaris semua mengaku kalau mereka sama sekali tidak merasakan sakit atas luka ya...

Merindukan Masa Kanak-Kanak

Aku rindu masa kecilku.. Masa bermain rumah-rumahan tanah seorang diri di depan rumah bambu sederhana kami sambil menunggu Bapak pulang dari sawah. Tidak berapa lama Ibu akan bergabung denganku, di bale-bale di bawah teduh rumpun bambu. Ibu akan mengajariku membuat orang-orangan dari tanah liat lengkap dengan peralatan makannya. Piring-piring, cangkir, aneka sendok juga teko teh, semuanya dari tanah liat yang dibakar. Aku rindu masa kecilku..  Masa kecil penuh petualangan dan musim bermain. Kalau sedang libur pada musim hujan, aku dan sepupuku yang tomboy selalu ngacir ke sawah saban siang. Mulanya cuma bermain-main dan saling mengejar di pematang, lalu ke saluran air sampai baju kami basah dan kulit cemong terciprat lumpur. Biasanya sebelum pulang pada petang hari, aku dan sepupuku yang tomboy itu ngebolang mencari kerang sawah atau keong kecil-kecil berwarna hitam sampai bajuku penuh. Kedua jenis moluska itu adalah lauk favorit di kampung kami saat musim hujan. Jadi ...

Pada Suatu Petang..

Aku memandang lepas ke pelataran HIMTI yang nyaris setengahnya tertutupi pohon bebungaan bila dilihat dari sela daun mangga depan Himpunan, tempatku berdiri dan mengamati saat ini. Di bawah sana, berpuluh-puluh manusia sepertiku lalu-lalang dengan berbagai urusan. Bolak-balik memfotokopi, susah payah mengekori asisten agar sudi membuka laporan walau selembar. Tetapi ada juga yang duduk santai di sudut kantin mace, meningkahi gerimis sore ini dengan kepul hangat kopi dan uap kretek, malas masuk kelas sebab katanya dosen tidak pernah mengajarkan kebenaran. Puluhan pasang kaki di bawah sana, kaki yang sama seperti kakiku, sedang terseok-seok mengejar mimpi atau titipan harapan dari orangtua. Tidak semuanya berhasil tentu saja. ada beberapa yang berhasil keluar dari kampus dengan toga yang dipindahkan secara khidmat oleh tangan Yang Mulia Rektor, tetapi tidak sedikit yang keluar dengan selembar SK DO yang ditandatangani juga oleh tangan Yang Mulia Rektor. Aku tidak sengaja...

Siapa Bilang Aku Tidak Pernah Cemburu?

Aku pernah cemburu pada malam yang selalu berhasil membuatmu berjalan menjauh dariku. Aku pernah cemburu pada berbatang-batang kretek dan bergelas-gelas kopi yang selalu menemani setiap hela napasmu. Aku pernah cemburu pada berlembar-lembar kertas selebaran yang selalu kamu bawa kemana-mana. Aku pernah cemburu melihat potretmu dengan tawa lepas dikelilingi banyak orang tapi aku tidak ada di sana. Aku pernah cemburu pada sebuah nama yang pernah kamu igaukan saat kamu terbaring antara sadar dan tidak. Aku pernah cemburu pada hiruk-pikuk lingkar duniamu yang saban kali berhasil menempatkanku di posisi paling nanti dari seluruh daftar prioritas. Sebuah dunia yang aku berada jauh, jauh di luar lingkarannya. Mungkin kamu juga pernah cemburu pada berlembar-lembar kertas yang selalu penuh kutulisi banyak cerita, sebab aku lebih mempercayai kertas daripada bercerita padamu. Mungkin kamu juga pernah cemburu pada satu atau dua sajak yang makna sebenarnya hanya aku dan Tuhan yang tahu....

Dari Ar; Ini Aku

Aku bukan sang yang tampil gagah saban pagi dengan senyum cemerlang menyambutmu Aku bukan sang yang diam di kursi berpangku diri menunggumu Aku bukan sang yang senantiasa sedia berjalan bersisian denganmu Aku bukan sang yang berkoar-koar meneriakkan rindu ketika sekelabat saja kamu tak kutemukan Aku bukan sang yang jumpalitan mencari hati ketika malam bercengkerama dengan purnama Ini aku Hanya aku yang mencintai tanpa puisi Memberi sayang dalam selipan Menyuarakan rindu serta menyemat wajahmu dalam doa-doa Ini aku Hanya aku yang menginginkanmu tapi takut membuatmu tak bahagia Pada suatu pagi di sutu tempat bernama rindu