I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah
adalah produk atau hasil pelapukan batuan induk akibat pengaruh dari iklim,
vegetatif, dan topografi. Banyak orang, bila memikirkan dan membayangkan suatu
bahan yang memberikan makanan dan mendukung tumbuhan yang sedang tumbuh.
Istilah tanah mencakup
semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil, dan batu yang besar. Untuk dapat
membedakan serta menunjukkan dengan tepat masing-masing sifat dari tipe yang
berbeda, pertama perlu mempunyai cara untuk mengklasifikasikan tanah,
berdasarkan asal geologis, kadar mineral, ukuran butir, atau berdasarkan
plastisitas.
Tanah dikenal beberapa tipe diantaranya tipe liat. Dalam tipe liat ini terbagi
dua kelompok yaitu kelompok silikat, meliputi montmorilonit, illit, vermikulit,
dan kaolinit. Diantara bagian-bagian silikat diatas montmorilonit dan
vermikulit yang dikenal dengan tipe 2:1, dimana ukuran tanah ini sangat halus
sehingga sangat mudah menyerap air melalui retakan-retakan tanah disertai
dengan bertambahnya volume dan luas permukaan tanah.
Sifat mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat
montmorilonit yang tinggi. Oleh sebab itu, para ahli bangunan sangat
berhati-hati. Kalau tanah banyak mengandung mineral liat tipe montmorilonit,
mereka tidak berani mendirikan bangunan atau jalan. Kalau terpaksa harus
mendirikan bangunan atau jalan, maka lapisan atas
tanah dikupas atau dibuang, diganti
dengan tanah dari tempat lain yang tidak mengandung montmorilonit.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu melaksanakan praktikum mengembang dan
mengerut untuk mengetahui persentase pengerutan dan pengembangan tanah sehingga
dapat diperoleh teknik pengolahan tanah yang efektif.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktikum mengembang dan mengerut adalah untuk
membandingkan pengembangan dan pengerutan pada tanah Inseptisol.
Kegunaan praktikum ini adalah sebagai bahan
informasi kepada pembaca khususnya mahasiswa tentang cara pengolahan pada
tanah-tanah yang memiliki sifat pengembangan dan pengarutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Mengembang dan Mengerut
Tanah
mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Akibatnya
pada musim hujan karena tanah basah maka tanah mudah mengembang dan pada musim
kemarau/kering karena tanah mengerut, maka tanah menjadi pecah-pecah. Besarnya
pengembangan dan pengerutan dinyatakan dengan COLE (Coefficient of Linier
Extensibility) atau PVC (Potencial Volume Change). Mineral liat silikat mempunyai
struktur berlapis-lapis. Berdasarkan atas banyaknya lapisan ini, maka tanah
mempunyai beberapa tipe yaitu tipe 1 : 1 dan 2 : 1 serta 2 : 2.
Antara lapisan-lapisan ini terdapat ruang atau kisi-kisi tempat keluar masuk
air dan udara menyebabkan tanah mengembang jika basah dan mengerut bila kering
(Hardjowigeno, 2007).
Besarnya pengembangan dan pengerutan tanah dinyatakan dengan COLE dan
PVC. Istilah COLE banyak digunakan dalam bidang ilmu tanah (Pedologi) sedang
PVC digunakan dalam bidang Engneering (pembuatan jalan, gedung-gedung, dan
sebagainya (Hardjowigeno, 2007).
Sifat mengembang dan mengerut disebabkan oleh kandungan air relative, terutama
yang berada diantara satuan-satuan struktural misel. Jika kisi hablur lempung
mengembangkan terjadi pengerutan pada waktu terjadi pembasahan oleh air.
Setelah mengalami kekeringan sesuatu tanah yang cukup lama akan mengalami retak
yang cukup dalam, sehingga hujan pertama mudah masuk ke dalam tanah (Buckman,
1982).
Secara umum alihan mineral liat ditentukan
oleh bahan induk sementara modifikasi dalam hal jumlah dan jenis mineral liat
ditentukan oleh pelapukan pedogenik. Pada tanah-tanah yang berkembang pada
Permian Redbeds termasuk inseptisol, Culver dan Gray (1988) menndapatkan bahwa
liat kasar umumnya illit dan liat halus umumnya monmorilonit. Dengan demikian
horizon argilik yang terbentuk mengandung komponen mineral-mineral antar
lapisan illit-montmorilonit yang tinggi. Hal seperti ini bukan merupakan hal
yang umum. Tanah yang berkembang dari glacial till dan loess memperlihatkan
kecenderungan yang sama (Lopulisa, 2004).
Pelapukan mineral-mineral primer
merupakan suatu peristiwa penting dalam genesa inseptisol. Pengaruh ini
terlihat pada jumlah spesies ion yang ada dalam solum yang dihasilkan secara
realtif, jika tidak secara absolut. Selain itu besaran dan jumlah kompleks pertukaran
utamanya pada inseptisol berkorelasi berlangsung dengan konsentrasi produk
pelapukan mineral (Hakim, dkk, 1986).
Translokasi dalam profil inseptisol
yaitu perkembangan dan akumulasi mineral-mineral sekunder, utamanya mineral
liat alumino silikat. Berbagai jenis
mineral liat yang biasanya berkembang dengan struktur
smektif umumnya mendominasi fraksi liat yang lebih halus sementara liat illit,
vermikulit, dan kaolinit lebih jelas & lebih umum pada liat yang lebih
kasar (Buckman dan Brady 1982).
Tanah Inseptisol mempunyai ikatan
hidrogen karena muatan positif ion N+ yang menarik kuat muatan
negative dari oksigen unit kristal tetangganya, ikatan kuat inilah yang
mneyebabkan tanah inseptisol tidak dapat mnegembang. Dengan demikian
molekul-molekul-molekul air atau ion-ion lain dapat masuk diantara lapisan unit
kristal dari mineral tersebut (Pairunan, dkk, 1985).
Sifat mengembang dan mengerut
disebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berda diantara
satuan–satuan struktural misel. Jika kisi hablur lempung mengembang akan
terjadi pengerutan pada waktu terjadi pembahasan oleh air. Setelah mengalami
kekeringan, suatu tanah yang cukup lama akan mengalami retak yang cukup dalam,
sehingga hujan pertama mudah masuk ke dalam tanah (Buckman and
Brady, 1982).
Pengerutan biasanya terjadi pada
musim kemarau atau musim kering. Pengerutan adalah keadaan dimana tanah
mengalami retakan–retakan, yang disebabkan oleh karena ruang atau pori tanah
tersebut tidak terisi oleh air yang cukup. Pengerutan pada tanah akan
mengakibatkan terjadinya pematahan pada akar tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Antara
pengembangan dan pengerutan, kohesi dan plastis berhubungan erat satu sama
lain. Ciri–ciri ini tergantung tidak hanya pada campuran lempung dalam tanah,
tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloid organik (Buckman and
Brady, 1982).
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Mengembang Dan Mengerut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengembang
yaitu, sebagian pengembangan terjadi karena penetrasi air ke dalam lapisan
kristal liat, yang menyebabkan pengembangan tanah dalam kristal. Akan tetapi,
sebagian besar terjadi karena tertartiknya air ke dalam koloid-koloid dan
ion-ion yang terabsorpsi pada liat dan karena udara yang terperangkap di dalam
pori mikro ketika memasuki pori tanah (Hakim dkk., 1986).
Sifat
mengembang dan mengerut disebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang
berada di satuan-satuan struktural misel. Jika kisi habrul lempung mengembang
akan terjadi pengerutan pada waktu terjadi pembasahan oleh air. Setelah
mengalami kekeringan sesuatu tanah yang cukup lama akan mengalami retak yang
cukup dalam, sehingga air hujan pertama mudah masuk ke dalam tanah (Buckman dan
Brady 1982).
2.3 Proses Terjadinya
Mengembang Dan Mengerut
Pengembangan juga terjadi karena beberapa sebab,
sebagian pengembangan terjadi karena penetrasi air ke dalam lapisan kristal
liat, yang menyebabkan pengembangan dalam kristal. Akan tetapi, sebagian besar
terjadi karena tertariknya air ke dalam koloid–koloid dan ion–ion yang
teradsobsi pada liat dan karena
udara yang terperangkap di dalam pori mikro ketika memasuki pori tanah
(Hakim dkk., 1986).
Pengerutan biasanya terjadi pada
musim kemarau atau musim kering Pengerutan adalah keadaan dimana tanah mengalami
retakan–retakan, yang disebabkan oleh karena ruang atau pori tanah tersebut
tidak terisi oleh air yang cukup. Pengerutan pada tanah akan mengakibatkan
terjadinya pematahan pada akar tanaman (Hardjowigeno, 2003).
III.METODOLOGI
3.1 Waktu
Dan Tempat
Pengamatan mengembang dan
mengerut tanah dilaksanakan Pada hari Jumat
tanggal 07 Desember 2012 pukul 10:00 – Selesai. Di Laboratorium Fisika
Tanah Kampus Universitas Hasanuddin Makassar.
3.2 Alat
Dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah timbangan, tabung reaksi, talang, gelas ukur dan oven.
Bahan yang
digunakan dalam praktikum adalah sampel tanah, air, tissue dan aquadest.
3.3 Prosedur
Kerja
3.3.1 Pengerutan
Tanah
1.
Memasukkan tanah pada cawan Petridis
hingga hampir penuh
2.
Tambahkan air hingga menimbulkan
sedikit genangan, kemudian di ovenkan selama 1 x 24 jam ( 1 hari).
3.
Mengeluarkan
cawan petridis dan tanah, kemudian dinginkan.
4.
Tingkatan pengerutan
dapat dinyatakan dengan memperkirakan luas retakan- retakan dengan luas
permukaan tanah semula dalam keadaan basah. Retakan–retakan dibagi dalam
segmen–segmen yang diukur panjang dan lebarnya.
5.
Perhitungan:
Luas permukaan tanah =…………….??
Presentase pengerutan tanah = 

3.3.2 Pengembangan Tanah
1. Tanah kering
( < 2 mm) dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml, hingga volume tanah 15ml .
Kemudian, gelas ukur ini dihentak – hentakkan beberapa kali untuk memadatkan
tanah.
2. Keluarkan
tanah dari gelas ukur tersebut ke wadah lain.
3. Memasukkan
air sebanyak 25 ml ke dalam gelas ukur, kemudian masukkan lagi tanah sedikit
demi sedikit kedalamnya, hingga semuanya masuk ke dalam air tersebut. Air di dalam gelas ditambah bila ada
bagian tanah yang belum basah.
4. Biarkan tanah basah selama sekitar
30 menit, kemudian gelas ukur dihentak-hentakkan supaya tanah lebih padat.
5. Bacalah volume tanah yang telah
basah tersebut. Hitung besarnya pertambahan volume tanah dalam keadaan basah
dibandingkan dengan yang kering.
Contoh perhitungan :
·
Volume tanah kering =
15,0 ml
·
Volume tanah basah
= 17,2 ml
·
Presentase pengembangan = 

= 14,7 %
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari analisis dan perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Persentase Pengembangan Dan
Pengerutan Tanah
No.
|
Lapisan
|
Pengembangan
|
Pengerutan
|
1.
|
Lapisan
I
|
20%
|
51,6%
|
2.
|
Lapisan
II
|
40%
|
79,5%
|
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2012
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh maka
dapat diketahui bahwa persentase pengembangan pada lapisan pertama sebesar 20 %
dan lapisan kedua sebesar 40 %. Hal ini disebabkan karena pada lapisan pertama
mengalami pencucian pada
musim hujan sedangkan pada musim kemarau, hasil pencuciannya akan mengendap
pada tanah lapisan bawah sehingga sangat mempengaruhi tekstur pengembangan dari
tanah tersebut. Dan akhirnya partikel tanah hasil pencucian tersebut mengalami
pengendapan pada lapisan bawah pada musim kemarau karena tidak ada lagi air
yang cukup untuk mengalirkannya hingga batuan induk.
Untuk hasil pengerutan tanah pada
lapisan 1 diperoleh persentase sebesar 51,6 % dan pada lapisan kedua dengan
persentase sebesar 79,5 %. Pengerutan tanah pada lapisan kedua lebih besar
daripada lapisan pertama, hal
ini disebabkan karena adanya perubahan mendadak yang terjadi pada kandungan air
yang terdapat didalam tanah, air yang terkandung dalam ruang tanah atau
pori-pori tanah telah berkurang sehingga kepadatan tanahnya juga berkurang yang nantinya
akan menyebabkan pelebaran pada ruang atau pori-pori tanah. Pengerutan terjadi pada waktu
terjadinya pembebasan air, setelah mengalami kekeringan suatu tanah
yang cukup lama akan mengalami retak yang cukup dalam. Dan juga, karena tanah
inseptisol memiliki kandungan liat yang tinggi sehingga apabila terjadi
kekringan pada tanah, dengan mudah tanah akan mengerut atau retak.
Sifat
mengembang dan mengerut disebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang
berada di satuan-satuan struktural misel. Jika kisi habrul lempung mengembang
akan terjadi pengerutan pada waktu terjadi pembasahan oleh air. Setelah
mengalami kekeringan sesuatu tanah yang cukup lama akan mengalami retak yang
cukup dalam, sehingga air hujan pertama mudah masuk ke dalam tanah.
V.PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Persentase pengembangan tanah
pada lapisan pertama sebesar 20 %, sedangkan pada lapisan kedua sebesar 40 %.
·
Persentase pengerutan pada
lapisan kedua sebesar 51,6 %, sedang pada lapisan kedua sebesar 79,5 %.
·
Sifat mengembang dan mengerut disebabkan oleh
kandungan air relatif, terutama yang berada di satuan-satuan struktural misel.
5.2 Saran
Dalam praktikum sifat mengembang dan mengerut selanjutnya untuk
menghindari kesalahan data hendaknya harus melakukan percobaan sesuai dengan
prosedur-prosedur agar hasil yang didapatkan pada akhirnya adalah data yang
akurat.
Dalam pengolahan lahan-lahan pertanian sebaiknya diperhatikan tingkat
pengembangan dan pengerutan suatu tanah, karena hal tersebut akan mempengaruhi
kualitas suatu lahan sebagai media tumbuh tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, H. O., and Brady.
1982. Ilmu Tanah.
Bharata Karya Aksara : Jakarta
Hakim,
N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban
Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno. S., 2003. Ilmu Tanah. Penerbit
Akademika Pressindo : Jakarta.
Hardjowigeno.
S., 2007. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta
Lopulisa,
Christianto., 2004. Tanah-Tanah
Utama Dunia. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin : Makassar.
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R.
Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji
Asmadi, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Timur.
Komentar