Oleh:
Fatmalilia Atha Azzahra
Hal-hal seperti inilah yang kutakutkan. Pertukaran
yang tidak seimbang. Bagaimana bisa sebuah pertemanan yang dulu terjalin begitu
akrab, nyaris tanpa jeda buat dilalui sendiri-sendiri, kini terasa bagai angin
lalu, kita seolah seperti orang asing satu sama lain. Kamu jadi enggan
menyapaku, membalas sapaanku saja begitu berat hati. Padahal dulu aku nyaris
merelakan segalanya buat kebaikan semua orang, agar segalanya baik-baik saja,
agar pertemanan ini tetap pada tempatnya. Tanpa memperdulikan bagaimana aku.
Sampai saat ini aku
tidak ingin ada yang berubah, tidak juga ingin kerelaan ini tercerabut
satu-satu. Lantas bagaimana kini pandanganmu berubah mengenaiku? Aku tidak
pernah berniat berlari mendekat padanya. Kalaupun kulakukan−berlari padanya−hal
pertama yang menahanku adalah dirimu, juga pertemanan kita. Atau apakah
gara-gara aku menulis?
Kamu paham kan, hanya
dengan menulis aku mendapatkan kemerdekaan. Lantas kalau aku tidak jujur lagi
dalam setiap huruf yang kutulis, di mana lagi aku dapat jadi diri-sendiri, di
mana lagi aku akan dapatkan kemerdekaan? Atau mungkin kemerdekaan itu hanya
tersisa satu? Yang berarti kemerdekaan bagimu adalah pengekangan bagiku. Dan kemerdekaanku
tidak pernah menjadi kemerdekaanmu.
Ki, kamu boleh memakiku
sepuasmu, boleh benci padaku semaumu. Tapi tolong jangan abaikan pertemanan
kita. Pertukaran ini sungguh tidak seimbang, Ki.
Komentar