Oleh: Fatmawati Liliasari
Memendam perasaan suka itu menyebalkan. Kita
lelah menduga-duga, sekaligus gembira luar biasa saat yang disukai menunjukkan
sinyal positif. Meskipun terkadang biasa saja, tapi tiba-tiba jadi luar biasa
karena diselubungi angan-angan penuh bunga. Kita menyimpulkan sesuai apa yang
ingin kita dengar.
Lebih menyebalkan lagi
ketika diri sedang dirundung rindu, saat mata telah lama beristirahat dari
melihat kelabat wajahnya. Diri jadi serba salah, setiap saat mematut layar
ponsel, mencari daftar kontak, berneti pada namanya tapi hanya sampai di situ. Maksud
hati ingin menghubungi, tapi gengsi, juga tidak menemukan alasan bagus untuk
memulai percakapan. Terkejut setiap kali ponsel berdering, harapan tiba-tiba
melambung untuk kemudian jatuh lagi setelah melihat yang menghubungi ternyata
bukan dia.
Sungguh, rindu itu
menyebalkan. Ia ibarat tenggorokan kering yang haus sepanjang waktu, menawarnya
tak cukup hanya dengan segelas air. Tapi begitu diteguk, ingin lagi untuk
seterusnya. Pertemuan jadi tidak manjur sebagai obat, atau sekedar menurunkan
dosisnya. Pertemuan berkhianat jadi semacam candu, melipatgandakan rindu, membuat
satu pertemuan tidak terasa cukup. Selamanya tidak akan pernah cukup.
Kamu tahu apalagi yang
lebih menyebalkan dari itu? Kita tidak pernah bisa bilang kalau kita rindu,
apalagi ke orang yang sedang kita rindui. Duluan malunya. Setiap kali mau bilang
pasti urung, jadi geregetan sendiri. Seolah-olah kata itu adalah aib besar
paling memalukan bila terungkap. Duh!
Kita juga mendadak jadi
aneh, mendadak melankolis. Daftar musik di ponsel berubah mellow semua, kita
lebih sering memutar lagu-lagu galau. Meskipun menurut artikel yang pernah
kubaca. Mendengarkan lagu-lagu galau efeknya sama seperti curhat dengan sahabat
terdekat. Tapi tetap saja aneh. Sendu.
Hal terakhir yang
paling menyebalkan lagi adalah ketika si dia yang disukai ternyata menyukai
orang lain, apalagi orang tersebut dekat dengan kita. Huh, tambah rumitlah
urusan perasaan itu, makin kacau balaulah cerita yang hendak dibangun. Marah,
kecewa sekaligus harap, tumpang tindih menikam perasaan. Kita ingin marah tapi
tidak tahu hendak marah pada siapa. Akhirnya malah berbalik mengasihani diri-sendiri,
merasa tidak berdaya. Menyebalkan sekali bukan.
Nb: Ini note pesanan dari salah seorang teman. Semoga 'telak' mendeskripsikan perasaannya. Hehehe.
Komentar